Senin, 14 Januari 2013

Suku Using

 Suku Using adalah suku yang penduduk aslinya memang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur atau biasa disebut “wong blambangan”. Kata “using” diambil dari istilah “sing” atau “hing” yang berarti tidak. Maksud dari kata tidak disini ialah dahulu para penjajah belanda merasa sudah putus asa setelah selalu gagal untuk membujuk orang-orang dari kerajaan blambangan untuk melakukan kerja sama. Wong blambangan atau suku using selalu menolak apabila penjajah belanda mengajaknya bekerja sama. Ketika orde baru berdiri suku using juga masih sulit untuk diajak bekerja sama, ini dikarenakan mereka menganggap pemerintahan sekarang masih seperti pada zaman belanda.

          Kehidupan Suku Using masih dipengaruhi oleh budaya majapahit. Ini dikarenakan suku using diawali pada akhir masa kejayaan majapahit pada tahun 1478 M. Bahasa yang digunakan oleh suku using adalah bahasa using yang merupakan turunan langsung dari bahasa jawa kuno. Bahasa using mempunyai sistem ajaran yang berbeda yaitu kata-kata yang didahului dengan konsonan b, d, g dan diberi sisipan y maka akan berubah cara bacanya. Misalnya abang menjadi abyang. Pada awal terbentuknya, suku using mempunyai kepercayaan pada agama hindu-buddha. Tetapi setelah berkembangnya agama islam dipantura, maka dengan cepatnya islam sudah menyebar luas di suku using.  
Profesi yang paling utama suku using biasanya adalah petani. Tetapi ada juga yang menjabat sebagai karyawan, maupun guru. Dalam hal stratifikasi sosial (pembedaan penduduk) suku using tidak memakai sistem kasta ini dikarenakan didalam suku ini masih dipengaruhi oleh agama islam. Di bidang seni, banyak sekali kesenian yang berasal dari  suku using misalnya tari gandrung, patrol, tari barong, berbagai lagu dan seni musik lainnya. Dalam hal adat pernikahan suku using biasanya diawali dengan tahapan perkenalan, setelah satu sama lain sudah saling mengenal biasanya ada permintaan dari pihak laki-laki untuk menikahi wanita tertentu dengan cara memberitahukan kepada pihak keluarga, dan setelah mendapat restu dari orangtua kedua pihak barulah tahapan terakhir yaitu melalui peresmian pernikahan. Didalam suku using terdapat nilai-nilai budaya yang dapat kita pelajari, salah satunya adalah jiwa yang tinggi dalam hal bergotong royong, bekerja sama dan sifat kekeluargaan yang masih mereka pegang dengan erat.



Tari Serimpi


   Tari Serimpi berasal dari Jawa Tengah. Dalam bahasa Jawa, serimpi mempunyai arti yaitu sebagai mimpi. Diartikan mimpi karena pada tarian ini membutuhkan waktu ¾ hingga 1 jam yang dapat membawa penonton ke alam mimpi. Kata “serimpi” itu sendiri mempunyai arti yaitu bilangan empat. Sesuai dengan artinya, tari serimpi ini diikuti oleh 4 orang. Tarian ini hanya diikuti oleh kaum wanita saja, karena pada tari serimpi ini dibutuhkan gerakan tangan yang lemah lembut dan cukup lambat yang dijadikan sebagai ciri khas dari tarian serimpi. 

   Masih berhubungan dengan bilangan 4, pada tarian serimpi ini masing – masing wanita dilambangkan sebagai air, tanah, api, dan udara. Ini dikarenakan keempat unsur tersebut melambangkan terjadinya manusia dan menunjukkan 4 arah mata angin.
Dahulu munculnya tarian serimpi berawal dari masa kejayaan mataram pada saat Sultan Agung masih memimpin. Tarian ini hanya dapat dipentaskan sebagai acara ritual kenegaraan dan peringatan kenaikan tahta sultan di kraton. Biasanya tema yang diambil pada tarian ini adalah menceritakan pertikaian antara dua hal yang bertentangan yaitu antara baik dan buruk, benar dan salah, akal manusia dan nafsu manusia. Pada tarian ini tersimpan juga pesan moral yang dapat diambil yaitu sebagai manusia harus selalu bersikap baik kepada siapapun agar manusia sudah mempunyai bekal ketika menghadap Tuhan Yang Maha Esa. 
   Seiring berkembangnya zaman, yaitu pada tahun 1775 tari serimpi terbagi dengan dua aliran yaitu gaya kesultanan Yogyakarta dan Surakarta. Adanya dua aliran ini dikarenakan pada tahun tersebut Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta.
   Pakaian yang dikenakan pada tari serimpi adalah pakaian pengantin puteri kraton dodotan dan gelung bokor sebagai motif hiasan kepala. Akan tetapi seiring perkembangan zaman telah menggunakan kain seredan dan baju tanpa lengan dengan hiasan kepala berjumbai bulu burung kasuari serta gelung dengan ornamen bunga ceplok dan jebehan. Ada juga properti yang digunakan yaitu keris kecil, jebeng, tombak, jemparing, dan pistol.